Career Class: Meniti Visi Keluarga

Hai! 
Post kali ini sedikit berbeda dengan yang biasanya, karena aku mau sharing catatan dari Kelas Tematik Berumah Tangga yang diadakan oleh @careerclass_id via zoom cloud meeting tanggal 20 Juni 2020. Here we go ...

Kelas ini merupakan volume 1 dari total 3 volume nantinya (alhamdulillah aku udah masuk list untuk volume 2 nya, epic banget sih total ada 495 seats dan sold out dalam waktu 4 menit), materi ini disampaikan oleh Kak Triana Rahmawati (@uleetria), Founder Griya Schizofren yang saat ini juga menjadi mahasiswi S2 di Solo. 

Seperti judulnya, garis besarnya adalah tentang Visi dan Misi. As we already know, visi yaitu gambaran tentang masa depan yang ingin dicapai sedangkan misi merupakan tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk mencapai visi tersebut. 

Kenapa kita harus meniti visi keluarga?
  • Menikah adalah ibadah terpanjang dalam hidup, maka harus dipikirkan secara matang karena membutuhkan persiapan serta upgrade ilmu jika sudah berjalan.
  • Menikah itu visinya pasti baik, namun misinya bisa saja bersebarangan (beda pandangan) antar kita dan pasangan. Hal inilah yang terlebih dahulu harus clear dibahas dengan pasangan.
  • Realita tidak seperti ekspektasi. Ketika sudah menikah berekspektasilah dengan realita, dibutuhkan kelapangan hati untuk menerima kekurangan dari pasangan, sebab kita menikah dengan manusia dan hal tersebut merupakan pilihan kita sendiri.
  • Visi misi keluarga nantinya akan diturunkan dalam bentuk rangkaian aktivitas. "Keluarga ini mau dibawa kemana?" "Apa saja aktivitas yang bisa menjembatani kedua keluarga besar?". Aktivitas inilah yang harus disepakati bersama. Dengan adanya visi misi, kita bisa membuat pilihan aktivitas yang selanjutnya akan diuji dan dievaluasi.

"Visi misi ini membutuhkan materi, konsekuensi dan sistemasi"


Hakikat Pernikahan
Jodoh, pasangan, kecocokan itu semua rezeki. Dimana konsep rezeki itu harus dijemput, dicari, dan aktif untuk memantaskan diri.

Coba kita jeda sebentar, dan tanyakan pada dirimu sendiri.. 
"Visi mau menikah dengan orang yang seperti apa?"
"Gimana cara menemukannya?"
"Gimana cara kamu memantaskan diri menjadi suami/istri?"
"Sudahkah kamu siap berperan menjadi suami/istri, ayah/ibu?"

Jawabannya adalah kenali diri kamu dahulu, apa yang selama ini kamu kerjakan akan merepresentasikan jawaban dari pertanyaan di atas. Mau hidup yang seperti apa dan pasangan yang karakternya bagaimana, jadikan ia sebagai doa yang kemudian menjadi ikhtiar untuk di cari.

Manusia itu memang dinamis, akan selalu berubah sejalan dengan dunia, maka proses pengenalan diri ini adalah sesuatu yang akan terus berjalan sampai kita mati. Namun, hal yang lebih penting dari proses pengenalan diri ini yaitu jujur pada diri sendiri.

Lalu bagaimana cara kita meyakinkan diri dan mengetahui hal tersebut?
Kak Tria menjelaskan, bahwa pada saat berdoa itulah moment dimana kita jujur-sejujurnya pada diri sendiri, kita seperti traveling menyelami diri dengan mengobrol dengan Allah mengenai apa yang sebenarnya kita inginkan dan butuhkan. Misal, "Ya Allah, aku pengen calon suami yang kaya, eeh tapi nggak kaya juga nggak apa sih Ya Allah, yang penting bertanggungjawab terhadap keluarga".

Poin lain yang saya tangkap adalah:
Menikah itu bukan sekedar perkara emosional tapi rasional. Bukan sekedar harapan tapi perjuangan. Hidup berumah tangga sangat jauh berbeda dengan kehidupan saat sendiri, jadi jangan memandang pernikahan dari kacamata kita karena ada faktor xyz.

Menikah bukan sekadar keinginan 2 insan yang menghubungkan 2 hati & 2 keluarga, melainkan menghubungkan 2 kebaikan yang harus bermuara pada kebaikan dengan manfaat yang jauh lebih besar. 

Menikah bukan tentang cepat-cepatan, tapi siapa yang siap dia bisa menangkap isyarat. Visi dan misi keluarga juga bukan untuk keren-kerenan namun kebutuhan, semua bisa hancur berantakan jika kita tidak komitmen dengan kesepakatan. Maka libatkan semua orang untuk mewujudkan visi misi tsb, jangan jadi superman tapi superteam.

Menikah itu ibarat bisnis, kita membutuhkan modal dan perlu sekali untuk memperhitungkan risikonya (tahap assessment). Karena dalam pernikahan ada konsekuensi dan tanggung jawab yang semakin besar. Maka dari itu harus clear, diri ini mau apa dan menawarkan kepada pasangan konsekuensinya jika jadi menikah. Apakah bisa menghadapi hal itu bersama. Kira-kira bagaimana meminimalisir risiko yang akan dihadapi di depan.

Apa yang perlu diperhatikan untuk membangun keluarga?
  • Cari kesamaan dengan calon pasangan yang bisa diarungi atau dikolaborasikan bersama. Pilih ranah kontribusi mana yang mau diambil.
  • Komunikasi adalah kunci atas semua hal. Bangun komunikasi dengan calon tentang karakter kita, kurangnya kita. Komunikasi ini penting untuk mengenali pasangan hingga membicarakan visi misi pernikahan, ingin mencapai apa bersama-sama, mau ke arah mana. Kalau ada perbedaan, harus dibahas sampai benar-benar menemukan jalan tengah atau solusi bersama (win-win solution). 
  • Prinsip kesetaraan. Penting untuk memahami bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama, namun jangan lupa dengan peran yang utama.
  • Jangan berekspektasi dengan tidak memberikan standar kepada pasangan. 
Bagaimana cara membangun visi misi keluarga?
  • Melihat pengalaman masa lalu : Kita tidak bisa memaksakan seseorang untuk berada pada standar tertentu karena adanya perbedaan pengalaman masa lalu. Maka selesaikanlah masa lalu terlebih dahulu, jangan membawa beban masa lalu kepada pasangan.
  • Merumuskan cita-cita masa depan : Cita-cita masa depan bisa menjadi faktor untuk membantu kita mendefinisikan pasangan yang ingin dicari. Penting untuk melihat seperti apa gaya komunikasinya. Sejalan atau tidak dengan gaya komunikasi kita. 
  • Susun prioritas : Susulah aktivitas mana yang menjadi prioritas utama, apakah pasangan bisa saling menyepakati dan mendukung?
  • Membuat family mapping : Lihatlah terlebih dahulu kebutuhan dari masing-masing keluarga, jika membantu keluarga sendiri belum bisa, jangan menambahkan risiko dengan membantu orang lain.
  • Re-dreams mapping : Petakan ulang apa mimpi-mimpi berdua. Lagi-lagi dengan komunikasi dan diskusi dengan pasangan. Seperti melakukan evaluasi. 
Apa toolsnya?
  • Jika kita baru mau mendefinisikan visi dan misi keluarga, kita bisa mulai dengan mengajukan pertanyaan. Goals untuk keluarga apa? Rincikan sampai beberapa tahun ke depan atau targetnya akan dicapai pada usia berapa.
  • Analisis SWOT. Setelah saling mengenali kepribadian masing-masing, coba untuk saling menganalisis apa SWOT yang akan muncul jika jadi menikah.
  • Diskusikan hasil analisis SWOT. Bagaimana bisa menjembatani permasalahan yang muncul nantinya.
  • Challenge each other views.. Amati bagaimana pasangan merespon jawaban-jawaban kontra dan bagaimana kita menanggapinya. Hal ini bisa dijadikan referensi soal pengelolaan emosi.
Keluarga itu seperti lembaga sosial terkecil yang ada di masyarakat, sehingga keluarga juga memiliki beberapa fungsi seperti fungsi keamanan, keagamaan, perlindungan, pendidikan, cinta dan kasih sayang, sosial budaya, ada pula fungsi identitas. Identitas keluarga yang seperti apa yang ingin disandang? Apakah keluarga ustadz/ustadzah, aktivis, akademis, atau yang lain. 

Hal yang perlu kita ingat kembali adalah menikah itu jalannya panjang, pasti akan ada ujian, bahkan terkadang kita akan diuji dengan sesuatu yang tidak terduga dari orang yang kita cintai. Jangan kaget dan hadapi saja, itulah saat Allah menguji dan menilai intergritas kita sebagai hambaNya yang beriman.

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami Telah beriman’, sedang mereka tidak diuji lagi? [al-‘Ankabût/29:2]

Pesan dari Kak Tria yang akan ku highlight adalah
"Jangan mudah baper jika kita ingin menjadi orang yang berarti, sebab tidak semua kebaikan kita akan diterima dengan baik oleh orang lain."

dan cara menjaga semangat paling mudah adalah mengingat kembali alasan kenapa dulu kita mengambil pilihan ini.

Semoga bermanfaat dan semangat berbenah visi misi teman-teman :)

Comments

Popular posts from this blog

Tuntutan

Sedikit Cerita di Masjid Al-Falah