The Latent Prose

Di dunia ini seringkali kau temui berbagai macam pasangan. Dahi ini akan mengkerut sejenak, dilanjutkan senyum bahagia, lalu berakhir baper ketika melihat postingan dari pasangan-pasangan tersebut. Sebagian dari kita mungkin bertanya-tanya. Takdir bagaimanakah yang telah tertulis ribuan tahun lalu itu? Akan berakhir dimanakah? Dengan siapakah? Apakah berakhir seperti pasangan ini, atau bahkan itu? Yakinlah, yang perlu kau lakukan sekarang adalah bergerak. Bergerak melakukan metamorfosis hingga membentuk fase terbaikmu. Hingga saat dipuncakmu nanti. Kau telah menjadi tulang rusuk jodohmu yang kuat. Menjadi penyejuk matanya. Menjadi kekasih halalnya. Menjadi petualang bersama berkeliling surgaNya. Aamiiin.

Menduga kurasa bukanlah suatu hal yang baik. Ia terus memaksamu untuk memikirkan sekelumit pertanyaan yang beresonansi semakin besar. Apakah ia ada? Apakah ia baik-baik saja? Apakah ia melihatku? Apakah ia menyadari kehadiranku? Apakah ia memikirkanku? Apakah ia tersenyum di dalam hati, saat sepersekian detik tatapan kami bertemu? Apakah ia merindukanku? Apakah ia menyimpan rasa yang sama? Dan lagi-lagi menduga memang bukanlah hal yang baik. Terutama untuk kesehatan hati ini. Karena ia bahkan terus menduga, Apakah aku wanita yang pantas untuknya? Apakah aku memang wanita yang ditakdirkankan untuknya? Apakah benar namaku yang tertulis di lauhul mafudz bersanding dengan namanya?

Apakah aku boleh berprasangka? Bahwa Tuhan telah menakdirkan sesuatu yang baik. Kau dan aku. Sama-sama ditakdirkan muncul di dunia ini pertama kali di bulan istimewa ini. Saat dimana rintik hujannya tak pernah lelah menghangatkan hari. Saat dimana aromanya membuat tenang seluruh perasaan. Apakah aku boleh kembali berprasangka? Bagaimana bisa selisih di antara kita begitu saja membentuk angka favoritku. Aaah aku terlalu jauh. Mungkin memang begitulah rasa itu. Sibuk menghubung-hubungkan sesuatu yang sebenarnya tidak berkolerasi sama sekali.

Salahkah aku jika tiba-tiba saja merindu, mengenang, dan kembali jatuh?

Ya Allah, lantas aku harus apa? Berpura-pura mengabaikan dan acuh begitu saja? Terlalu takut untuk merasai dan memikirkannya Bolehkah kali ini hamba kembali meminta lupa padaMu?

Apakah Tuhan akan berbaik hati menakdirkan kamu yang memiliki segala kelebihan dengan aku yang mempunyai segala kekurangan?

Kepada diri yang teramat hina, Kau letakkan Allah di bagian mana pada hatimu? Sungguh sombong jika tak ada Dia di tiap fikirmu, sedang nikmatNya begitu nyata dihadapmu. Keluarkan setumpuk dunia di dalam sana dan masukkan kebesaran Allah perlahan-lahan. Belajarlah mencintaiNya, karena sejatinya kaulah yang butuh Dia. Kau terlalu naif sebagai seseorang yang mengaku hambaNya dan mengaku beriman kepadaNya. Coba kau ingat, sudah seberapa sembab matamu meraung ridha dariNya? Wahai diri yang lemah, sadarlah! Bukan dunia yang menjadi penolongmu nanti. Ikhlaskan semua yang kau pikir adalah milikmu. RidhaNya ridhaNya dan ridhaNya yang menjadi tujuanmu sekarang.

Karena sudah bukan waktunya bermain dengan hati. Bila hati belum siap untuk merasa kehilangan, merasa tersakiti dan terabaikan, tidak perlu bermain-main dengan cinta. Karena saat mencintai, maka hati ingin selalu dilindungi dan diperhatikan. Apabila orang yang dicintai tidak memberi respon yang signifikan, heeem sudah kepalang hati tertunduk sedih meratapi dan menangisi perlakuan tersebut. Akupun dulu juga pernah begitu memalukan karena mengharapkan cinta. Namun pertanyaannya kemudian, apakah sebenarnya cinta itu? Kapan harus mencintai dan kapan harus menjadi seseorang yang dicintai?  Jodoh bukanlah perkara penantian semata, melainkan tentang ikhtiar dan rencana Tuhan yang begitu berkesan. Maka yang harus kita lakukakn adalah menunggu si-dia dengan anggun, sambil terus memperbaiki diri.  Karena jika Tuhan memang menghendaki sebuah pertemuan, bagaimanapun caranya itu pasti akan terjadi bukan? Jadi tenang-tenang saja, jangan terburu-buru dan pilihlah yang terbaik...